Minggu, 22 Juli 2012

Kuota Sertifikasi Guru Negeri-Swasta Masih Timpang

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Sebanyak 535 guru mengikuti Uji Kompetensi Awal Sertifikasi Guru di SMK Negeri 2 Yogyakarta, Jetis, Yogyakarta, Sabtu (25/2/2012). Ujian tersebut merupakan salah satu syarat untuk menerima sertifikat pendidik serta tunjangan profesional guru.

SEMARANG, KOMPAS.com - Ketua Persatuan Guru Seluruh Indonesia Jawa Tengah M. Zen Adv menilai, kuota antara guru swasta dan negeri yang akan diajukan mengikuti proses sertifikasi masih timpang. Menurutnya, masih banyak daerah yang memberi kuota di bawah 15 persen untuk guru swasta. Sebagian besar berasal dari kalangan guru negeri.


"Pemerintah daerah harus memberi jatah setidaknya minimal 15 persen untuk guru swasta dalam pengajuan sertifikasi guru. Namun, kenyataannya masih banyak daerah yang tidak melakukan itu," kata Zen, yang juga anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah, Senin (25/6/2012), dalam diskusi pendidikan di Semarang.


"Seharusnya, pemerintah daerah memberikan kuota bagi guru negeri dan swasta yang akan diajukan sertifikasi secara proporsional, misalnya 60 persen untuk guru negeri dan 40 persen guru swasta," tambah Zen.


Jika guru swasta dipinggirkan, Zen mengatakan, akan mempersulit para guru untuk meningkatkan kesejahteraannya. Sebab, guru yang tersertifikasi berhak mendapatkan tunjangan profesi. Meski demikian, ia mengakui minimnya guru swasta yang diusulkan mengikuti sertifikasi, salah satunya memang disebabkan banyak guru yang belum menempuh pendidikan sarjana (S-1) yang menjadi syarat ikut sertifikasi.
Ia menjelaskan, pihaknya terus mendorong para guru, terutama yang mengajar sekolah dasar (SD) untuk mau meneruskan pendidikan ke jenjang S-1. Saat ini, sekitar 54 persen guru SD di Jateng belum sarjana.


"Pemerintah kabupaten/kota memiliki tugas untuk mengatasi ini. Misalnya, membantu mengupayakan bantuan beasiswa atau kebijakan lainnya. Ini dulu selesaikan, baru bicara mutu, akses pendidikan, dan sebagainya," ujar Zen.


Selain itu, ia mengingatkan pemerintah untuk memerhatikan para guru yang sudah berusia di atas 50 tahun namun belum tersertifikasi. Salah satu hal yang menghambat adalah jenjang pendidikan yang belum menempuh pendidikan sarjana.


"Kalau mereka yang berusia di atas 50 tahun disuruh kuliah sarjana kan tidak mungkin. Namun, mereka tetap harus diperhatikan kesejahteraannya. Sekolah-yayasan-pemerintah harus memikirkan mereka," kata Zen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
;