Rabu, 25 April 2012

Pengaruh Bermain Peran (Role Playing) dalam Meningkatkan Pembelajaran Bahasa Inggris

Oleh Nani Shofiatun, S.Pd.

Salah satu tugas guru adalah membantu anak didik untuk bisa berlaku sebagaimana yang dilakukan oleh orang lain. Berbagai bentuk permainan, cerita-cerita sejarah, biografi maupun cerita-cerita yang lain dapat membantu anak didik untuk mencapai keterampilan tersebut.

Bercerita tentang apa yang dirasakan orang lain kadang-kadang ada manfaatnya. Guru yang telah berhasil menggunakan sosiodrama akan beranggapan bahwa metode tersebut lebih baik dibanding metode-metode yang lain.

Role playing atau disebut juga dengan istilah sosiodrama adalah permainan yang dilakukan oleh anak didik tentang satu situasi. Kegiatan tersebut biasanya spontan tanpa dipersiapkan atau dilatih terlebih dahulu. Kegiatan tersebut dilaksanakan tanpa menggunakan kostum atau naskah cerita tertentu. Latar belakang dari sesuatu situasi didiskusikan dan kemudian bagian-bagian yang ada diseleksi. Biasanya anak didik memilih di antara beberapa topik yang diberikan kepada mereka. Naskah pendek yang dibawakan biasanya sudah mengandung situasi permasalahan. Dan sesudah sosiodrama berlangsung masing-masing individu mendiskusikan bagaimana perasaan-perasaan mereka.

Main peran disebut juga main simbolik, pura-pura, make-believe, fantasi, imajinasi, atau main drama, sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak pada usia tiga sampai enam tahun (Vygotzky, 1967; Erikson, 1963).

Metode role playing (bermain peranan) pada pengajaran yang direncanakan secara baik, dapat menanamkan pengertian peranan orang lain pada kehidupan bermasyarakat, menanamkan kemampuan bertanggung jawab dalam bekerja sama dengan orang lain, menghargai pendapat dan kemampuan orang lain, dan belajar mengambil keputusan dalam hubungan kerja kelompok.

Keuntungan penggunaan role playing menurut Cheppy H.C. (1980:124-125) yaitu:

Membantu anak didik untuk berlaku, berpikir dan merasakan apa yang dirasakan orang lain.Menggambarkan situasi hubungan antarmanusia secara realistis.Dapat mengungkapkan sejarah kehidupan untuk anak didik.Mengembangkan daya imajinasi anak didik.Memperkaya hal-hal baru dalam belajar mengajar.Menumbuhkan perasaan dan emosi dalam belajar.Memberanikan anak didik berhubungan dengan masalah-masalah kontroversial dengan cara yang realistis.Berguna untuk mengubah sikap.

Sedangkan kelebihan dan kekurangan metode sosiodrama atau role playing menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006:89-90), adalah sebagai berikut:

Kelebihan metode role playing Siswa melatih dirinya untuk melatih, memahami, dan mengingat isi bahan yang akan didramakan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian, daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama.Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu main drama para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia.Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah. Jika seni drama mereka dibina dengan baik kemungkinan besar mereka akan menjadi pemain yang baik kelak.Kerja sama antarpemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya.Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya.Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain.Kelemahan metode role playing Sebagian besar anak yang tidak ikut bermain drama mereka menjadi kurang kreatif.Banyak memakan waktu, baik waktu persiapan dalam rangka pemahaman isi bahan pelajaran maupun pada pelaksanaan pertunjukan.Memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain sempit menjadi kurang bebas.Sering kelas lain terganggu oleh suara pemain dan para penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan, dan sebagainya.

Untuk dapat menerapkan metode role playing (bermain peranan) pada pengajaran secara baik dan terarah, guru harus menjelaskan dulu teknik metode ini secara jelas kepada siswa yang akan melaksanakannya. Selanjutnya guru memilih dan menentukan topik atau pokok bahasan yang komprehensif yang dapat didramatisasikan. Melalui latihan yang baik dan teratur, pokok bahasan ini dapat dilakonkan di muka kelas. Dengan cara ini, minat dan perhatian murid terhadap pelajaran yang terlalu kaku dan menjemukan, dapat disegarkan kembali melalui metode ini. Sosiodrama yang menyakinkan, dapat membangkitkan minat anak didik kepada pengajaran secara keseluruhan. Untuk meningkatkan kognisi dan psikomotor murid-murid melalui metode sosiodrama dan bermain peranan ini, setelah dramatisasi itu dilaksanakan, guru mengadakan diskusi dengan murid secara keseluruhan tentang topik dan pelaksanaan drama tadi. Dengan demikian, kognisi dan psikomotor murid secara keseluruhan dapat pula ditingkatkan melalui bimbingan drama tersebut. Jadi, dramatisasi dan permainan peranan itu menjadi lebih bermakna sebagai suatu metode interaksi edukatif yang lebih terpadu. Pada kesempatan ini, guru dan murid tetap melakukan pembinaan konsep dan pengembangan generalisasi sampai kepada menarik kesimpulan-kesimpulan tentang role playing (bermain peranan) tadi.

Adapun petunjuk dalam pelaksanaan role playing menurut Cheppy H.C. (tanpa tahun:126), antara lain:

Berikan kesempatan kepada anak didik untuk memilih peranannya sendiri. Mereka akan memerankannya dengan lebih baik apabila mereka sendiri yang memilih bagiannya. Apa yang telah dipilih barangkali mempunyai arti tersendiri bagi dirinya.Di dalam melaksanakan kegiatan sosiodrama yang pertama kali sebaiknya guru juga mengambil sesuatu peran. Tindakan ini bisa menambah kegairahan anak untuk bermain peranan (role playing).Diskusikan terlebih dahulu situasi yang akan dimainkan, tetapi jangan sampai membatasi anak didik tentang apa yang akan diutarakan dan bagaimana mereka menghayati perannya. Biarkan anak didik menentukan sendiri.Usahakan situasi benar-benar jelas dan terang.Diskusikan pelaksanaan sosiodrama tersebut. Diskusi bisa dimulai dari aktor atau aktris itu sendiri, bagaimana perasaan mereka setelah bermain.Ulangi situasi tersebut, baik dengan bercerita yang sama maupun tidak.Upayakan agar semua pihak bisa mengambil peranan.

Untuk meningkatkan kognisi dan psikomotor murid-murid melalui metode role playing (bermain peranan) ini, setelah dramatisasi itu dilaksanakan, guru mengadakan diskusi dengan murid secara keseluruhan tentang topik dan pelaksanaan drama tadi. Dengan demikian, kognisi dan psikomotor murid secara keseluruhan dapat pula ditingkatkan melalui bimbingan drama tersebut. Jadi, dramatisasi dan permainan peranan itu menjadi lebih bermakna sebagai suatu metode interaksi edukatif yang lebih terpadu. Pada kesempatan ini, guru dan murid tetap melakukan pembinaan konsep dan pengembangan generalisasi sampai kepada menarik kesimpulan-kesimpulan tentang sosiodrama dan bermain peranan tadi.

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006:88) mengemukakan pendapatnya mengenai metode role playing, yaitu, “Metode sosiodrama dan role playing dapat dikatakan sama artinya, dan dalam pemakainannya sering disilihgantikan. Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial.”

Adapun Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (1997:81) memberikan pendapatkan tentang metode role playing, yaitu, “Suatu cara mengajar yang memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mendramatisasikan sikap, tingkah laku atau penghayatan seseorang, seperti yang dilakukan dalam hubungan sosial sehari-hari dalam masyarakat.”

Metode role playing (bermain peranan) dalam proses belajar mengajar digunakan:

Apabila kita ingin menerangkan suatu peristiwa yang di dalamnya menyangkut orang banyak, kita beranggapan lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan karena akan lebih jelas.Apabila kita ingin melatih anak-anak agar mereka dapat menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat sosial psikologis.Apabila kita akan melatih anak-anak agar mereka dapat bergaul dan memberi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya. (Nana Sudjana, 2005:84-85).

Salah satu tugas guru adalah membantu anak didik untuk bisa berlaku sebagaimana yang dilakukan oleh orang lain. Berbagai bentuk permainan, cerita-cerita sejarah, biografi maupun cerita-cerita yang lain dapat membantu anak didik untuk mencapai keterampilan tersebut.

Bercerita tentang apa yang dirasakan orang lain kadang-kadang ada manfaatnya. Guru yang telah berhasil menggunakan sosiodrama akan beranggapan bahwa metode tersebut lebih baik dibanding metode-metode yang lain.

Petunjuk pelaksanaan role playing antara lain:

Berikan kesempatan kepada anak didik untuk memilih peranannya sendiri. Mereka akan memerankannya dengan lebih baik apabila mereka sendiri yang memilih bagiannya. Apa yang telah dipilih barangkali mempunyai arti tersendiri bagi dirinya.Di dalam melaksanakan kegiatan sosiodrama yang pertama kali sebaiknya guru juga mengambil sesuatu peran. Tindakan ini bisa menambah kegairahan anak untuk bermain peranan (role playing).Diskusikan terlebih dahulu situasi yang akan dimainkan, tetapi jangan sampai membatasi anak didik tentang apa yang akan diutarakan dan bagaimana mereka menghayati perannya. Biarkan anak didik menentukan sendiri.Usahakan situasi benar-benar jelas dan terang.Diskusikan pelaksanaan sosiodrama tersebut. Diskusi bisa dimulai dari aktor atau aktris itu sendiri, bagaimana perasaan mereka setelah bermain.Ulangi situasi tersebut, baik dengan bercerita yang sama maupun tidak.Upayakan agar semua pihak bisa mengambil peranan.

Harap diingat bahwa guru jangan terlalu banyak memberikan aturan-aturan permainan. Sebaliknya, guru justru memberikan kebebasan sepenuhnya kepada para siswa. Jika hal itu benar-benar dilaksanakan, maka situasi sosial yang didramatisasikan akan serupa benar dengan kejadian yang sesungguhnya. Hal itu akan sangat menguntungkan bagi para siswa yang menjadi penonton (sekaligus sebagai penilai).

Dalam penggunaan metode role playing ini ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil, antara lain:

Guru

Guru tidak boleh bersikap apriori. Setiap individu akan menghayati situasi sosial menurut caranya sendiri. Apa yang akan ia lakukan, keputusan apa yang akan ia pilih jika ia berada dalam situasi sosial seperti itu, semua harus diserahkan kepada pemeran yang bersangkutan.

Siswa

Dramatisasi ini akan berhasil kalau para siswa yang berperan dapat menjiwai situasinya, dapat bertingkah laku dan bersikap seperti dalam situasi sosial yang sesungguhnya.

Bahan

Sesuatu yang didramatisasikan akan baik hasilnya, jika bahan itu cocok dengan para pemeran yang akan memerankannya. Bahan harus dipilih dengan cermat. Kriteria yang harus diperhatikan antara lain:

Bahan harus sesuai dengan perkembangan jiwa siswa.Bahan harus memperkaya pengalaman sosial siswa.Bahan harus cukup mengandung sikap dan perbuatan yang akan didramatisasikan siswa.Bahan hendaknya tidak mengandung adegan-adegan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, agama, kepribadian bangsa Indonesia.

Kegiatan belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai pendidikan. Di dalamnya terjadi interaksi edukatif antara guru dan anak didik, ketika guru menyampaikan bahan pelajaran kepada anak didik di kelas. Bahan pelajaran yang guru berikan itu akan kurang memberikan dorongan (motivasi) kepada anak didik apabila penyampaiannya menggunakan strategi yang kurang tepat. Di sinilah kehadiran metode menempati posisi penting dalam penyampaian bahan pelajaran.

Bahan pelajaran yang disampaikan tanpa memperhatikan pemakaian metode justru akan mempersulit bagi guru dalam mencapai tujuan pengajaran. Pengalaman membuktikan bahwa kegagalan pengajaran salah satunya disebabkan oleh pemilihan metode yang kurang tepat. Kelas yang kurang bergairah dan kondisi anak didik yang kurang kreatif dikarenakan penentuan metode yang kurang sesuai dengan sifat bahan dan tidak sesuai dengan tujuan pengajaran. Karena itu, dapat dipahami bahwa metode adalah suatu cara yang memiliki nilai strategis dalam kegiatan belajar mengajar. Nilai strategisnya adalah metode dapat mempengaruhi jalannya kegiatan belajar mengajar. Karena itu, guru sebaiknya memperhatikan dalam pemilihan dan penentuan metode sebelum kegiatan belajar dilaksanakan di kelas.

Pada kelas-kelas permulaan, diperlukan aktivitas yang pada umumnya bertumpu pada bahan-bahan bukan bacaan. Dalam hal ini penyelenggaraan sinau wisata mempunyai kedudukan tinggi dalam proses belajar mengajar. Dramatisasi secara sederhana ternyata sangat berguna untuk memberikan kesempatan kepada mereka memperagakan pengalaman belajarnya. Peragaan dan permainan memang dirasakan dapat membantu banyak. Membacakan bahan kepada seluruh anak di kelas secara jelas merupakan aktivitas utama dari proses belajar mengajar pada kelas-kelas ini. Demikian juga halnya dengan aktivitas penyusunan bagan oleh anak didik bersama-sama guru hendaknya seringkali digunakan.

Role playing atau sosiodrama adalah permainan yang dilakukan oleh anak didik tentang satu situasi. Kegiatan tersebut biasanya spontan tanpa dipersiapkan atau dilatih terlebih dahulu. Kegiatan tersebut dilaksanakan tanpa menggunakan kostum atau naskah cerita tertentu. Latar belakang dari sesuatu situasi didiskusikan dan kemudian bagian-bagian yang ada diseleksi. Biasanya anak didik memilih di antara beberapa topik yang diberikan kepada mereka. Naskah pendek yang dibawakan biasanya sudah mengandung situasi permasalahan. Dan sesudah sosiodrama berlangsung masing-masing individu mendiskusikan bagaimana perasaan-perasaan mereka.

Metode role playing atau sosiodrama ini digunakan apabila:

Keterangan secara lisan tidak dapat menerangkan pengertian yang dimaksud.Memberikan gambaran mengenai bagaimana orang bertingkah laku dalam situasi sosial tertentu.Memberikan kesempatan untuk menilai atau memberikan pandangan mengenai suatu tingkah laku sosial menurut pandangan masing-masing.Belajar menghayati sendiri keadaan “seandainya saya berada dalam situasi sosial seperti yang dialami sekarang ini (yang disosiodramakan).”Memberikan kesempatan untuk belajar mengemukakan penghayatan sendiri mengenai suatu situasi sosial tertentu dengan mendramatisasikannya di depan penonton dan bukan memberikan keterangan secara lisan.Memberikan gambaran mengenai bagaimana seharusnya seseorang bertindak dalam suatu situasi sosial tertentu. Abu Ahmadi, dan Joko Tri Prasetya, 1997:82).

Metode memainkan peran tokoh masyarakat (sociodrama), sangat efektif untuk menanamkan pengertian-pengertian tentang kehidupan sosial yang sangat asing bagi siswa. Dengan peran spontan ini seakan-akan anak benar-benar menghayati dunia yang baru saja diperkenalkan kepadanya.

Sedangkan materi bahasa Inggris yang dapat dipetaskan melalui metode role playing ini, misalnya naratif. Dalam pelaksanaannya siswa secara berkelompok diminta untuk menentukan tema cerita yang akan dipentaskan, misalnya: Cinderella, Malin Kundang, Snow White, dan sebagainya. Kemudian membuat teks (naskah drama) dan mempelajarinya secara seksama. Sebelum diadakan pementasan akan lebih baik apabila dilakukan latihan-latihan, sehingga pada saat tampil sudah dalam keadaan perfect.

Berdasarkan penjelaskan di atas, dapat diketahui bahwa metode role playing yang dipergunakan secara baik dan tepat oleh guru dalam proses belajar mengajar rupanya mempunyai peranan dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi, dan Joko Tri Prasetya. 1997 Strategi Belajar Mengajar (SBM), Pustaka Setia, Bandung.

Bimo Walgito. 1989. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Andi Offset, Yogyakarta.

Cheppy H.C. 2005. Strategi Ilmu Pengetahuan Sosial, Surabaya: Karya Anda.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Harjanto. 2003. Perencanaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta.

Lalu Muhammad Azhar. 1993. Proses Belajar Mengajar Pola CBSA, Surabaya: Usaha Nasional.

M. Ngalim Purwanto. 2003. Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nana Sudjana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Nursid Sumaatmadja. 1980. Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, Bandung: Alumni.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta.

Syaiful Bahri Djamarah. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Surabaya: Usaha Nasional.

Syaiful Bahri Djamarah, dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta.

Udin S. Winataputra. 2001. Strategi Belajar Mengajar, Universitas Terbuka, Jakarta.


View the original article here

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
;