|
Justin Timberlake , Ellen DeGeneres, and 3 others have Tweets for you
Kuota Sertifikasi Guru Negeri-Swasta Masih Timpang
SEMARANG, KOMPAS.com - Ketua Persatuan Guru Seluruh Indonesia Jawa Tengah M. Zen Adv menilai, kuota antara guru swasta dan negeri yang akan diajukan mengikuti proses sertifikasi masih timpang. Menurutnya, masih banyak daerah yang memberi kuota di bawah 15 persen untuk guru swasta. Sebagian besar berasal dari kalangan guru negeri.
"Pemerintah daerah harus memberi jatah setidaknya minimal 15 persen untuk guru swasta dalam pengajuan sertifikasi guru. Namun, kenyataannya masih banyak daerah yang tidak melakukan itu," kata Zen, yang juga anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah, Senin (25/6/2012), dalam diskusi pendidikan di Semarang.
"Seharusnya, pemerintah daerah memberikan kuota bagi guru negeri dan swasta yang akan diajukan sertifikasi secara proporsional, misalnya 60 persen untuk guru negeri dan 40 persen guru swasta," tambah Zen.
Jika guru swasta dipinggirkan, Zen mengatakan, akan mempersulit para guru untuk meningkatkan kesejahteraannya. Sebab, guru yang tersertifikasi berhak mendapatkan tunjangan profesi. Meski demikian, ia mengakui minimnya guru swasta yang diusulkan mengikuti sertifikasi, salah satunya memang disebabkan banyak guru yang belum menempuh pendidikan sarjana (S-1) yang menjadi syarat ikut sertifikasi.
Ia menjelaskan, pihaknya terus mendorong para guru, terutama yang mengajar sekolah dasar (SD) untuk mau meneruskan pendidikan ke jenjang S-1. Saat ini, sekitar 54 persen guru SD di Jateng belum sarjana.
"Pemerintah kabupaten/kota memiliki tugas untuk mengatasi ini. Misalnya, membantu mengupayakan bantuan beasiswa atau kebijakan lainnya. Ini dulu selesaikan, baru bicara mutu, akses pendidikan, dan sebagainya," ujar Zen.
Selain itu, ia mengingatkan pemerintah untuk memerhatikan para guru yang sudah berusia di atas 50 tahun namun belum tersertifikasi. Salah satu hal yang menghambat adalah jenjang pendidikan yang belum menempuh pendidikan sarjana.
"Kalau mereka yang berusia di atas 50 tahun disuruh kuliah sarjana kan tidak mungkin. Namun, mereka tetap harus diperhatikan kesejahteraannya. Sekolah-yayasan-pemerintah harus memikirkan mereka," kata Zen.
Penggugat: Rektor Unsrat Sering Sewenang-wenang
JAKARTA, KOMPAS.com - Tindakan represif yang dilakukan oleh Rektor Universitas Sam Ratulangi Manado, Donald Rumokoy, dengan jalan menjatuhkan sanksi kepada dosen dan mahasiswa bersuara vokal ternyata sudah sering terjadi. Kasus gugatan ke pengadilan yang dilayangkan oleh Julius Pontoh pada 2006 silam dilakukan karena haknya sebagai Dekan MIPA terpilih yang haknya dicopot oleh rektor membuka banyak kasus ketidakadilan yang dilakukan oleh rektor Unsrat tersebut.
"Ketidakadilan yang menimpa Julius adalah pembuka dari jenis ketidakadilan yang dilakukan oleh Rektor Unsrat. Empat mahasiswa FISIP diskorsing karena mengkritik kebijakan rektor yang menyangkut transparansi kampus. Selain mahasiswa, juga ada tiga dosen yang dikenai vonis ringan oleh kampus dan sekarang gugatan tiga dosen tersebut sedang diproses di PTUN Manado," ujar Didi Kolengan, kuasa hukum Julius Pontoh di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (25/06/2012).
Didi menambahkan bahwa Donald juga memecat dengan tidak hormat Arnold Lao dan Novianti, dua dosen di Unsrat, karena mengikuti proses pencalonan menjadi legislator (caleg) pada pemilihan kepala daerah setempat. Menurut Didi, kedua dosen tersebut tidak seharusnya diberhentikan dengan tidak hormat karena mereka hanya mendaftarkan namanya, tapi tidak memproses pencalonannya lebih lanjut. Kasus tersebut sekarang sedang dalam proses di Pengadilan Tata Usaha Negara Manado dengan pengugat Novianti.
"Hanya Ibu Novianti yang mengugat pemecatannya sebagai dosen karena Pak Arnold sudah meninggal tak lama setelah surat pemecatannya secara tidak hormat sebagai dosen diterimanya," kata Didi.
Di lain kesempatan, Julius Pontoh juga mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Donald adalah tindakan otoriter. Ia berkaca pada kasus yang menimpanya tatkala sudah empat tahun dirinya memenangkan gugatan dan mendapatkan keputusan hukum berkekuatan tetap (inkracht) yang dikeluarkan oleh PTUN Manado No. 27/G.TUN/2006/PTUN.Mdo tertanggal 21 Maret 2007. Hingga kini putusan dari pengadilan yang mengharuskannya diangkat menjadi Dekan MIPA Unsrat tak juga dilakukan oleh Donald.
"Apa yang dilakukan oleh Donald tidak layak dicontoh karena hal tersebut melanggar HAM. Dia sudah menangguhkan diri saya diangkat untuk menjadi dekan dan sampai sekarang saya tidak juga diangkat menjadi dekan, padahal pemilihan saya sebagai dekan berlangsung dengan demokratis. Tapi kok malah rival saya yang kalah diangkat menjadi dekan dan disetujui olehnya. Kesewenang-wenangannya telah merugikan Unsrat, contohnya kolega dan anak didik saya di Unsrat jadi takut dengannya. Hal tersebut tentunya menganggu jalannya kebebasan berpikir dan berpendapat di lingkungan kampus," ujar Julius.
Menurut Komnas HAM, yang dilakukan oleh Donald tersebut adalah perbuatan yang dengan jelas bercorak otoriter dan melanggar HAM. Setelah melakukan penyelidikan dalam kasus Julius dan rekan-rekannya, termasuk mahasiswa, Komnas HAM menilai bahwa tindakan Donalkd jelas melanggar hak untuk turut serta dalam pemerintahan dan hak untuk memperoleh keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat 1 dan Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Tindakan yang dilakukan oleh Rektor Unsrat adalah jenis pelanggaran HAM yang meyangkut soal penghilangan keadilan dengan disengaja dan mengabaikan imbauan pemerintah yang diperkuat oleh hukum inkracht. Selain itu, Rektor juga melakukan ketidaktaatan hukum yang mengenai masalah HAM dan hal ini tidak hanya terjadi pada Pak Julius. Berdasarkan pengaduan yang masuk ke Komnas HAM, tindakan serupa juga terjadi pada dosen dan mahasiswa Unsrat yang mengkritik pihak rektorat terkait masalah internal kampus," kata Johny Nelson Simanjuntak selaku Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM.
Kemendikbud: Penambahan Bahan Ajar Tak Bebani Peserta Didik

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Puskurbuk Kemdikbud), Djuharis, menjamin penambahan bahan ajar di dalam kurikulum pendidikan formal tidak akan membebani para peserta didik. Hal itu ia katakan menyikapi diusulkannya materi edukasi perlindungan konsumen untuk masuk dalam kurikulum pendidikan nasional oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
"Jika disampaikan dan diterapkan dengan tepat, penambahan materi edukasi perlindungan konsumen tidak akan membebani siswa," kata Djuharis, Senin (25/6/2012), di Jakarta.
Ia menjelaskan, meskipun memuat aspek-aspek kognitif, materi edukasi perlindungan konsumen nantinya akan lebih diarahkan pada ranah afektif. Menurutnya, pendidikan ini sama halnya dengan pendidikan budi pekerti, yang memang harus diajarkan melalui pendidikan moral dan tindakan nyata.
"Percuma jika siswa hanya diajarkan teori, tapi tidak diajarkan untuk berperilaku secara nyata di kehidupan sehari-hari. Ini yang harus ditekankan dan jadi perhatian para guru," ucapnya.
Pada kesempatan sama, Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN, Srie Agustina mengatakan, tujuan pengintegrasian edukasi konsumen di bidang perlindungan konsumen dalam sistem pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kebiasaan dan pemahaman peserta didik ketika menjadi konsumen dalam proses jual beli barang dan jasa. Oleh karena itu, langkah strategis harus dilakukan adalah menyisipkan pendidikan konsumen ini ke dalam kurikulum sekolah. Selain tentunya, kata Srie, memerlukan mekanisme sistematis dalam upaya pembelajarannya.
"Ke depan pemerintah dapat mencoba usulan ini di beberapa sekolah yang menjadi pilot project dan selanjutnya dapat diimplementasikan di seluruh daerah," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Senin (25/6/2012), BPKN menggelar workshop perlindungan konsumen yang diikuti oleh 50 guru berbagai mata pelajaran, di Hotel Borobudur, Jakarta. Para guru peserta workshop umumnya mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ekonomi, serta guru Ekstrakurikuler dari berbagai sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) di wilayah Jabodetabek.
FC Barcelona ., The Next Web ., and 1 other shared with you on Google+
Hi Guru Garut! Here's the week's top content. | ![]() | |||||||||||||||
Recent posts from your circles | View all recent posts | |||||||||||||||
| ||||||||||||||||
Suggestions for you | View all suggestions | |||||||||||||||
| ||||||||||||||||
The most popular content on Google+ | View what's hot | |||||||||||||||
| ||||||||||||||||
Don't want occasional updates about Google+ activity and friend suggestions? Change what email Google+ sends you. | ![]() |

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah diharapkan mengalokasikan sebagian dana bantuan operasional sekolah untuk membeli susu segar.
Susu yang bukan olahan ini selanjutnya dibagikan kepada siswa dalam rangka meningkatkan gizi dan memperbaiki kualitas generasi bangsa.
Harapan itu dilontarkan Wakil Rektor Universitas Indonesia Mohammad Anis, Selasa (26/6/2012), di Jakarta, dalam Seminar Revolusi Putih dan Gizi Anak Bangsa Indonesia. "Dengan pengadaan susu melalui dana BOS (bantuan operasional sekolah), diharapkan kebutuhan susu untuk anak-anak miskin bisa terpenuhi," katanya.
"Ini merupakan sumbangan pemikiran dari perguruan tinggi untuk pembangunan sumber daya manusia di Indonesia supaya menjadi manusia yang unggul," ujar Anis.
Anis mengatakan, di luar negeri, pemenuhan kebutuhan protein hewani dari susu sangat diperhatikan pemerintah. Di Inggris, misalnya, anak usia di bawah 16 tahun mendapat jatah susu dua botol per hari. Selain itu, mereka juga mendapatkan bantuan uang untuk membeli makan an tambahan penunjang pemenuhan kebutuhan gizi.
Kebijakan Kuota 1 Persen Pendaftar Luar Kota Dicabut
SURABAYA, KOMPAS.com - Karena banyak diprotes masyarakat, Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya akhirnya mencabut kebijakan kuota 1 persen siswa luar kota untuk penerimaan Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI) tingkat SMP maupun SMA.
Menurut Kepala Dispendik Kota Surabaya, Ikhsan, kebijakan tersebut menyusul banyaknya kritik dan saran yang masuk terkait sistem penerimaan siswa baru yang dijalankan tahun ini. ''Kami sangat terbuka terhadap kritik dan saran dari masyarakat. Kebijakan tersebut diambil sebagai bagian dari menampung aspirasi yang berkembang di masyarakat,'' katanya dikonfirmasi Senin (25/6/2012).
Pencabutan kebijakan sejak Sabtu (23/6/2012) lalu itu otomatis membuka peluang besar bagi siswa luar kota untuk mengikuti tes penerimaan di RSBI. Tidak hanya siswa luar kota, siswa rekomendasi dalam kota pun bisa mengikuti tes masuk RSBI tanpa ada pembatasan.
''Konsekuensinya, kami akan menambah jumlah kelas untuk tes tulis RSBI maupun pengawas yang akan digelar Selasa (26/6/2012) besok,'' jelasnya.
Peserta tes RSBI tingkat SMA, berdasarkan data Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Dispendik Surabaya hingga berakhirnya pendaftaran pukul 14.00, Sabtu (23/6/2012) lalu sudah mencapai 3.906 siswa. Sementara untuk tingkat SMP tercatat 2.871 siswa dalam kota.
Selain itu, untuk rekomendasi seleksi dalam kota SMA RSBI sebanyak 317 siswa, dan luar kota 230 siswa. Kemudian, hasil seleksi SMP RSBI rekomendasi dalam kota dan luar kota terkumpul ada 227 siswa. Rinciannya, 186 siswa SD dari seluruh Surabaya dan 41 siswa adalah hasil seleksi rekomendasi luar kota.
Pembatasan dilakukan lantaran minimnya pagu sekolah negeri di Surabaya dibandingkan dengan jumlah lulusan SD dan SMP. Ini dilakukan untuk memprioritaskan pelajar Surabaya bersekolah di kota sendiri. Banyak wali murid yang memprotes, karena mereka menganggap, kebijakan itu diskriminatif dan melanggar UU yang tidak membatasi warga negara dalam menuntut ilmu.
Mahasiswa Muslim Thailand Pilih Studi di Indonesia
JAKARTA, KOMPAS.com - Pelajar muslim dari Thailand lebih memilih melanjutkan studi di perguruan tinggi Islam Indonesia. Hal itu nampak dari 119 mahasiswa muslim Thailand yang mendaftarkan diri ke 13 perguruan tinggi Muhammadiyah di Indonesia.
Wakil Rektor III Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka), Gunawan Suryoputro, mengatakan, alasan rata-rata mahasiswa muslim Thailand memilih perguruan tinggi Islam di Indonesia adalah kemiripan budaya dan kondisi sosial kedua negara. Hal itu membuat para mahasiswa Thailand kerasan mengenyam pendidikan di Indonesia. Uhamka Jakarta sendiri tahun ini menerima 15 mahasiswa baru dari Thailand.
"Dari segala sisi, mereka lebih nyaman dan merasa at home kuliah di Indonesia, padahal secara jarak, mereka lebih dekat ke Malaysia," kata Gunawan di Kampus Uhamka, Jakarta, Selasa (26/6/2012).
Tahun ini, dari 119 mahasiswa muslim Thailand yang mendaftar, tercatat 71 mahasiswa diterima di 13 perguruan tinggi Muhammadiyah. Kampus tujuan mereka antara lain Uhamka Jakarta, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Muhammadiyah Semarang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan, dan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Demikian pula Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas Muhammadiyah Palembang, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Universitas Muhammadiyah Surabaya, Universitas Muhammadiyah Jember, dan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Gunawan mengatakan, faktor kegagalan mahasiswa Thailand pada umumnya terletak pada minimnya kemampuan bahasa Inggris dan Indonesia. Faktor lainnya adalah pengetahuan dasar sains bagi mereka yang memilih program studi farmasi, kedokteran gigi dan umum. "Padahal, sebelum ke Indonesia mereka telah belajar bahasa Indonesia selama beberapa bulan di sana," ujarnya.
Dengan alasan itu, para mahasiswa asal Thailand disarankan mengambil mata kuliah umum terlebih dahulu di awal semester. Baru pada semester berikutnya para mahasiswa ini diperbolehkan untuk mengambil mata kuliah yang khusus dengan program studinya. "Ini kan untuk memudahkan mereka, di semester berikutnya baru kita perbolehkan mengambil mata kuliah yang sesuai dengan program studinya," kata Gunawan.
Jateng Buka Posko Pengaduan Penerimaan Siswa Baru
SEMARANG, KOMPAS.com - Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah membuka posko pemantauan penerimaan siswa dan mahasiswa baru tahun ajaran 2012/2013.
Posko resmi dibuka mulai Senin (25/6/2012) hingga Oktober mendatang. Divisi Korupsi Pelayanan Publik KP2KKN Jawa Tengah Oly Viana Agustine mengatakan posko ini bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat atas pendidikan.
"Selain menerima pengaduan posko ini ada untuk advokasi masyarakat dalam menyelesaikan masalah terkait penerimaan siswa hingga daftar ulang," ungkapnya, Selasa (26/6/2012).
Masyarakat umum ungkapnya bisa memberikan informasi terkait penerimaan siswa baik dari tingkap SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi.
Posko ini ungkapnya juga untuk meminimalisir sejumlah masalah yang biasa timbul dalam penerimaan siswa seperti pungutan liar, jual beli bangku, administrasi dan PSB Online, sekolah RSBI yang membuka pendaftaran lebih awal dan sejumlah masalah lain.
"Setiap tahun masalah yang muncul itu berbeda, namun hampir serupa. Kami akan terus mengawal penerimaan siswa baru demi terlaksanana pendidikan yang berkualitas dan transparan," tandasnya.
Posko pengaduan ungkapnya menerima aduan dari orang tua, murid, guru atau masyarakat yang peduli dengan pendidikan.
Bentuk pengaduan, dapat dilayangkan melalui surat, dengan menyebut identitas lengkap sesuai dengan KTP, no telepon yang dapat dihubungi atau datang langsung ke alamat KP2KKN Jateng di Jl. Lempongsari Timur III No. 22 Semarang 50231. Telp. (024) 70788126 Fax. (024) 8316112 Email: kp2kkn@yahoo.com.

TABANAN, KOMPAS.com - Untuk kedua kalinya lembaga kursus bahasa Inggris English First (EF) kembali mengadakan kegiatan World Heritage Education Program. Bekerja sama dengan UNESCO, kali ini peserta diajak mempelajari sistem pengairan subak di Bali yang lolos ke dalam nominasi warisan dunia. Acara yang diadakan sejak 24-26 Juni 2012 itu diikuti oleh 280 peserta berusia 8-18 tahun dari berbagai cabang EF di seluruh Indonesia.
Dalam kegiatan tersebut, peserta diajak melihat secara langsung sistem subak di Desa Jati Luwu, sekitar 25 km dari Kabupaten Tabanan, Bali. Country Director EF Indonesia, Arleta Darusalam, mengatakan selain belajar bahasa Inggris, murid-murid EF juga diajarkan untuk memiliki pemahaman akan keragaman budaya tanah air.
"Di tangan anak-anak ini ada tanggung jawab pelestarian budaya. Mengajak anak-anak belajar tentang budaya bisa menjadi promosi jangka panjang karena mereka mengalaminya secara nyata," katanya di sela acara.
Selain melihat langsung sistem subak, para peserta yang kebanyakan adalah anak-anak yang berasal dari kota itu juga diajak memanen padi organik menggunakan ani-ani. Mereka juga berbaur dengan penduduk Desa Jati Luwu untuk belajar gamelan dan tarian tradisional. Syntia (13), peserta dari Kediri mengaku senang mengikuti kegiatan ini sebagai pengisi liburan.
"Paling berkesan waktu panen padi karena ini baru pertama kali," ujarnya.
Masanori Nagaoka, Kepala Unit Budaya UNESCO kantor Jakarta, mengatakan, pentingnya melibatkan generasi muda dalam upaya pelestarian warisan budaya.
"Peran UNESCO dalam pelestarian budaya dan sejarah sangat terbatas. Peran utama justru ada pada masyarakat sekitar yang memiliki kebudayaan," katanya.
EF dan UNESCO memulai kerjasama mereka dalam pelaksanaan World Heritage Education tahun lalu di Jawa Tengah yang berfokus pada pelestarian budaya dan warisan Candi Borobudur.
Guru Muatan Lokal Kurang Paham Bahan Ajar
JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kurikulum Perbukuan Djuhari mengatakan, sebagian besar guru muatan lokal di wilayah Jakarta kurang mengenal nilai-nilai kebudayaan daerah setempat. Menurutnya, hal ini menjadi momok bagi kesadaran budaya siswa sekolah karena tenaga pengajar kurang memahami bahan ajar.
"Nilai-nilai yang terkandung dalam budaya suatu daerah sebaiknya lebih dipahami guru sekolah. Banyak guru yang mengetahui Patung Lubang Buaya tetapi kurang paham nilai dari patung tersebut," kata Djuharis, dalam sebuah diskusi di arena Jakarta Book Fair, Selasa (26/6/2012), di Istora Senayan, Jakarta.
Djuharis menambahkan, dari aturan pusat kurikulum, sekolah dapat menyelenggarakan mata pelajaran satu muatan lokal setiap semester. Artinya, jika siswa SMA terdiri dari enam semester, maka sekolah dapat mengadakan enam muatan lokal di sekolah tersebut.
"Dua puluh persen dari pelajaran sekolah harus diisi oleh muatan lokal supaya anak didik tidak tercabut dari akar budayanya", katanya.
Akan tetapi, lanjutnya, masih banyak sekolah yang memasukkan pelajaran bahasa Inggris sebagai muatan lokal. Padahal, muatan lokal adalah materi yang tidak sesuai dengan mata pelajaran lain sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri.
"Muatan lokal harus berisi mengenai nilai-nilai budaya daerah setempat," katanya.
Menurut Djuharis, tujuan pelajaran muatan lokal di sekolah untuk mengenali dan akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budaya. Selain itu, muatan lokal juga dapat menjadi sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai dan aturan yang berlaku di daerah tersebut.